ADA beberapa aktivitas yang menunjukkan perbedaan-perbedaan neurokimiawi lelaki dan perempuan, termasuk perbedaan aktivitas seks dan cinta yang biasanya mewarnai tehap-tahap awal sebuah hubungan cinta. Apa saja?
Michael Gurial dalam buku "the Male Brain" menjelaskan, ada dua penjelasan biokimia pokok yang dapat menunjukkan hubungan erat antara nafsu seksual dan sikap agresif dalam biologi seksual lelaki. Namun, ini tidak terjadi pada perempuan. Ada tiga elemen biokimia yang membuktikan hal ini secara jelas.
Testosteron
Hormon yang dominan pada lelaki ini adalah hormon seks dan sikap agresif. Semakin banyak kandungannya pada seorang lelaki, semakin besar nafsu seksualnya dan semakin agresif sikapnya. Ingatlah bahwa sikap agresif tidak sama dengan tindakan kekerasan.
Sikap agresif adalah sebuah aktivitas kompleks yang dibentuk oleh seluruh bagian otak, dan dapat berupa bermacam-macam jenis aktivitas yang membutuhkan konsentrasi, seperti meniti karier di sebuah perusahaan atau menjadi salesman mobil terbaik di bagian pemasaran.
Sebagai hormon lelaki yang dominan, testoteron mendasari munculnya nafsu seksual dan sikap agresif/tegas pada semua manusia. Semakin banyak kandungan testoteron pada perempuan, semakin besar nafsu seksual dan semakin agresif sikap perempuan tersebut.
Jika kandungan hormon androgenik perempuan (testoteron) secara siklis meninggi menjelang ovulasi (terlepasnya sel telur dari indung telur, biasanya antara hari ke-3 dan 7 sesudah menstruasi), perempuan-perempuan ditambah dari luar (disuntikkan), ia menjadi lebih agresif secara seksual dan lebih asertif di tempat kerjanya.
Vasopressin
Tanpa bahan kimia otak ini, aktivitas seksual sangat sulit dilakukan oleh lelaki. Seperti hormon testosteron, penelitian tentang vasopressin menunjukkan bahwa tingginya aktivitas seksual lelaki sebanding dengan tingginya aktivitas agresif.
Vasopressin adalah bahan kimia agresi yang terdapat di dalam amigdala, salah satu pusat emosi-agresi di otak, dan di dalam hypothalamus depan, pengatur hormon di sistem limbic. Vasopressin sangat berperan dalam penandaan teritorial dan agresi seksual. Selama pemanasan sebelum berhubungan seksual, vasopressin dikeluarkan dalam otak lelaki.
Menariknya, semakin tingginya kandungan vasopressin tidak meningkatkan, tetapi justru menghambat, fungsi-fungsi cumbu-cumbuan pada perempuan. Semakin besar kandungan vasopressin, semakin besar nafsu lelaki terhadap perempuan, tetapi justru semakin kecil nafsu perempuan terhadap lelaki.
Jika selama pemanasan itu otak lelaki dan perempuan mengeluarkan vasopressin, lelaki menjadi sangat bernafsu terhadapnya, tetapi perempuan ini justru menjadi ingin menjauh darinya. Sebagaimana hormon testosteron, kandungan vasopressin di dalam otak sebagian ditentukan oleh testis, jika seorang lelaki dikebiri, kandungan testosteron dan vasopressinnya menurun secara signifikan.
Dopamine
Bahan neurokimia ini, yang memainkan peranan krusial untuk menjaga kesehatan otak secara umum, juga memainkan peranan kunci dalam agresivitas seksual lelaki. Jika dopamine dibuang dari otak lelaki, lelaki ini akan kehilangan nafsu seksualnya. Dia tidak akan memburu perempuan lagi. Sebaliknya, jika dopamine dibuang dari otak perempuan, nafsu seksualnya takkan terpengaruh.
Ketika berbicara tentang testosteron, vasopressin, dan dopamine, dan tentang hubungan pokok antara nafsu seksual dan sikap agresif lelaki, kita harus ingat bahwa pola-pola aktivitas ini bukanlah "perilaku hasil belajar", tetapi "perilaku instingtif".
Seorang anak lelaki tidak perlu belajar bagaimana caranya meningkatkan kandungan hormon testosteronnya untuk mendekati seorang gadis. Dia tidak perlu belajar, dari ibu, ayah, atau masyarakatanya, tentang cara menghubungkan vasopressin atau dopaminenya dengan nafsu seksualnya.
Gadis-gadis dan perempuan-perempuan dewasa juga tidak perlu belajar untuk meniadakan hubungan ini dalam sistem otak mereka, yang dalam sistem otak lelaki berasal dari vasopressin. Sebab pola-pola tersebut telah terbentuk sejak dalam rahim ibu oleh sekresi testosteron selama pertumbuhan otak lelaki dan perempuan. Kita hanya perlu mempelajari seni-seni bercinta yang lebih lembut, tetapi seksualitas kita bersifat bawaan.
Adalah penting bagi perempuan untuk mengingat hal tersebut ketika ia merasa jengkel dengan lelaki yang tampaknya hanya mengejar kebutuhan seksual dan ingin menaklukkannya daripada membangun hubungan cinta yang awet. Khususnya semasa muda, otak lelaki cenderung pada urusan seks (pemanasan, hubungan seksual, ejakulasi) daripada membina hubungan cinta (mengemong, komitmen untuk hanya memiliki satu pasangan).
Banyak aktivitas otak lelaki berakhir ketika terjadi ejakulasi, dan otaknya memang bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Otak perempuan pun bekerja tetapi tidak untuk mencapai tujuan yang sama. Umumnya lelaki memandang cinta sebagai cara untuk mencapai tujuan seks, sedangkan perempuan memandang seks sebagai cara untuk mengawali hubungan cinta.
Michael Gurial dalam buku "the Male Brain" menjelaskan, ada dua penjelasan biokimia pokok yang dapat menunjukkan hubungan erat antara nafsu seksual dan sikap agresif dalam biologi seksual lelaki. Namun, ini tidak terjadi pada perempuan. Ada tiga elemen biokimia yang membuktikan hal ini secara jelas.
Testosteron
Hormon yang dominan pada lelaki ini adalah hormon seks dan sikap agresif. Semakin banyak kandungannya pada seorang lelaki, semakin besar nafsu seksualnya dan semakin agresif sikapnya. Ingatlah bahwa sikap agresif tidak sama dengan tindakan kekerasan.
Sikap agresif adalah sebuah aktivitas kompleks yang dibentuk oleh seluruh bagian otak, dan dapat berupa bermacam-macam jenis aktivitas yang membutuhkan konsentrasi, seperti meniti karier di sebuah perusahaan atau menjadi salesman mobil terbaik di bagian pemasaran.
Sebagai hormon lelaki yang dominan, testoteron mendasari munculnya nafsu seksual dan sikap agresif/tegas pada semua manusia. Semakin banyak kandungan testoteron pada perempuan, semakin besar nafsu seksual dan semakin agresif sikap perempuan tersebut.
Jika kandungan hormon androgenik perempuan (testoteron) secara siklis meninggi menjelang ovulasi (terlepasnya sel telur dari indung telur, biasanya antara hari ke-3 dan 7 sesudah menstruasi), perempuan-perempuan ditambah dari luar (disuntikkan), ia menjadi lebih agresif secara seksual dan lebih asertif di tempat kerjanya.
Vasopressin
Tanpa bahan kimia otak ini, aktivitas seksual sangat sulit dilakukan oleh lelaki. Seperti hormon testosteron, penelitian tentang vasopressin menunjukkan bahwa tingginya aktivitas seksual lelaki sebanding dengan tingginya aktivitas agresif.
Vasopressin adalah bahan kimia agresi yang terdapat di dalam amigdala, salah satu pusat emosi-agresi di otak, dan di dalam hypothalamus depan, pengatur hormon di sistem limbic. Vasopressin sangat berperan dalam penandaan teritorial dan agresi seksual. Selama pemanasan sebelum berhubungan seksual, vasopressin dikeluarkan dalam otak lelaki.
Menariknya, semakin tingginya kandungan vasopressin tidak meningkatkan, tetapi justru menghambat, fungsi-fungsi cumbu-cumbuan pada perempuan. Semakin besar kandungan vasopressin, semakin besar nafsu lelaki terhadap perempuan, tetapi justru semakin kecil nafsu perempuan terhadap lelaki.
Jika selama pemanasan itu otak lelaki dan perempuan mengeluarkan vasopressin, lelaki menjadi sangat bernafsu terhadapnya, tetapi perempuan ini justru menjadi ingin menjauh darinya. Sebagaimana hormon testosteron, kandungan vasopressin di dalam otak sebagian ditentukan oleh testis, jika seorang lelaki dikebiri, kandungan testosteron dan vasopressinnya menurun secara signifikan.
Dopamine
Bahan neurokimia ini, yang memainkan peranan krusial untuk menjaga kesehatan otak secara umum, juga memainkan peranan kunci dalam agresivitas seksual lelaki. Jika dopamine dibuang dari otak lelaki, lelaki ini akan kehilangan nafsu seksualnya. Dia tidak akan memburu perempuan lagi. Sebaliknya, jika dopamine dibuang dari otak perempuan, nafsu seksualnya takkan terpengaruh.
Ketika berbicara tentang testosteron, vasopressin, dan dopamine, dan tentang hubungan pokok antara nafsu seksual dan sikap agresif lelaki, kita harus ingat bahwa pola-pola aktivitas ini bukanlah "perilaku hasil belajar", tetapi "perilaku instingtif".
Seorang anak lelaki tidak perlu belajar bagaimana caranya meningkatkan kandungan hormon testosteronnya untuk mendekati seorang gadis. Dia tidak perlu belajar, dari ibu, ayah, atau masyarakatanya, tentang cara menghubungkan vasopressin atau dopaminenya dengan nafsu seksualnya.
Gadis-gadis dan perempuan-perempuan dewasa juga tidak perlu belajar untuk meniadakan hubungan ini dalam sistem otak mereka, yang dalam sistem otak lelaki berasal dari vasopressin. Sebab pola-pola tersebut telah terbentuk sejak dalam rahim ibu oleh sekresi testosteron selama pertumbuhan otak lelaki dan perempuan. Kita hanya perlu mempelajari seni-seni bercinta yang lebih lembut, tetapi seksualitas kita bersifat bawaan.
Adalah penting bagi perempuan untuk mengingat hal tersebut ketika ia merasa jengkel dengan lelaki yang tampaknya hanya mengejar kebutuhan seksual dan ingin menaklukkannya daripada membangun hubungan cinta yang awet. Khususnya semasa muda, otak lelaki cenderung pada urusan seks (pemanasan, hubungan seksual, ejakulasi) daripada membina hubungan cinta (mengemong, komitmen untuk hanya memiliki satu pasangan).
Banyak aktivitas otak lelaki berakhir ketika terjadi ejakulasi, dan otaknya memang bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Otak perempuan pun bekerja tetapi tidak untuk mencapai tujuan yang sama. Umumnya lelaki memandang cinta sebagai cara untuk mencapai tujuan seks, sedangkan perempuan memandang seks sebagai cara untuk mengawali hubungan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment