Kecanduan jaringan sosial internet (internet social network), kedengarannya merupakan sesuatu yang mustahil terjadi. Terlalu mengada-ada. Mana mungkin jaringan sosial internet bisa menjadi candu, jika tidak bisa dinikmati (seperti makanan)?
Namun kecanduan jaringan sosial internet merupakan ancaman yang benar-benar ada. “Facebook adalah tempat yang menyenangkan. Anda tak perlu berurusan dengan hal-hal yang merepotkan,” kata Joanna Lipari, psikolog University of California, Los Angles.
Memang dampak negatif jaringan sosial internet belumlah setragis dampak negatif narkoba. Atau secara psikologis belum mampu membuat semangat orang terpuruk, seperti para caleg yang depresi karena tidak terpilih. Namun ancaman ini benar-benar nyata. Seorang ibu di Amerika Serikat (tidak disebutkan identitas aslinya) mengatakan bahwa anaknya menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain di jaringan sosial internet. Panggilan, bahkan e-mailnya, tidak diindahkan sama sekali.
Ada lagi kisah pasangan suami istri yang harus berpisah hanya karena salah satu dari mereka berhubungan via jaringan sosial internet dengan mantan pacarnya. Kepada mantan pacarnya, orang itu menulis pesan bahwa pernikahannya tidaklah sebahagia yang diharapkan. Bahkan seorang anak harus mati bunuh diri hanya karena membaca tulisan seorang temannya yang sudah dewasa bahwa kehidupan orang dewasa tidaklah menyenangkan.
Memang belum ada bukti nyata tentang dampak negatif jaringan sosial internet. Namun ada sebuah survei terhadap pekerja di Amerika Serikat (US) dan Inggris (UK) mengenai penggunaan internet untuk kepentingan pribadi pada jam kerja. Survei ini menyatakan 63% responden mengaku sibuk dengan e-mailnya di tempat kerja. 51% responden US dan 56% responden UK melakukan on line up date secara reguler di tempat kerja. 85% responden US dan 89% responden UK mengira bahwa penggunaan internet untuk keperluan pribadi di tempat kerja masih bisa diterima oleh perusahaan. Bahkan 72% responden US dan 80% responden UK mengatakan bahwa mereka seharusnya diberi akses lebih besar menggunakan internet untuk kepentingan pribadi. Dan jika dibuat aturan pembatasan penggunaan internet untuk kepentingan pribadi, hanya 5% responden US dan 3% responden UK yang akan menaatinya. Penggunaan jaringan internet perusahaan untuk keperluan pribadi secara berlebihan tentu akan membebani jaringan internet perusahaan.
"Ahhh... itu kan di Amerika dan di Eropa, kita kan di Indonesia..." Mungkin kita akan berpikir demikian. Namun ada baiknya jika kita mengaca diri. Ada berbagai ciri yang (kelihatannya-menurut saya) akurat dalam mengukur kecenderungan ini.
Joanna Lipari menyajikan lima ciri pecandu Facebook. Pertama, mengurangi jatah tidur malam demi Facebook. Kedua, menghabiskan lebih dari saju jam tiap hari hanya untuk bermain di Facebook. Ketiga, berhubungan dengan mantan kekasih dan menjalin cinta yang obsesif. Keempat, mengurangi “jatah” bekerja karena Facebook lebih menarik. Dan kelima, jika Anda kehilangan akses terhadap Facebook, Anda berpikir akan “berkeringat dingin.”
Julian Cole juga menyajikan ciri-ciri kecanduan jaringan sosial internet. Pertama, sering mengunjungi situs jaringan sosial. Kedua, mengalami dampak negatif psikologis dan fisikis jika tidak dapat mengakses jaringan sosial internet. Dan ketiga, menjadwalkan kegiatan-kegiatan di sekitar waktu on line.
Natali del Conte, senior editor CNET com, mengatakan bahwa (jika Anda normal) Anda harus mampu hidup normal di dunia nyata tanpa kehadiran jaringan sosial internet.
Tora Stiles menuliskan 10 tanda jika Anda kecanduan Facebook. Pertama, Facebook menjadi “homepage”-mu. Kedua, Anda meng-up date status Facebook lebih dari dua kali sehari. Ketiga, Anda memiliki 500 “teman”, dimana separuhnya belum pernah Anda temui. Keempat, jika Anda tidak di depan komputer Anda akan mengaktifkan Facebook HP. Kelima, Anda menjadi Facebook “stalker”, yaitu jika melihat profil orang lain dengan atau tanpa pesan; Anda menarik dan memasang (“dragged and dropped”) lebih dari tiga foto Facebook. Keenam, Anda mengganti foto profil Anda. Ketujuh, Anda memeriksa Facebook Anda ketika membaca artikel ini. Kedelapan, Anda menghapus “dinding” Anda sehingga kelihatan jarang mengunjungi Facebook. Kesembilan, Anda menjadi anggota lebih dari sepuluh group dan merespon setiap ajakan meski Anda tahu bahwa group tersebut belum tentu bermanfaat bagi Anda. Dan kesepuluh, Anda mengubah status hubungan Anda sehingga orang lain terkacaukan.
Atau Anda bisa mengikuti Social network addiction quiz dengan alamathttp://www.searchandsocial.com/images/widgets//social-media-expert.php.
Mengapa jaringan sosial internet mampu mempengaruhi keseharian hidup kita? Menurut Mary Helen, dalam jaringan sosial internet, arus informasi berdatangan dengan sangat deras. Secara normal informasi ini akan dicerna oleh logika dan dilanjutkan ke area emosi. Jika informasi terlalu cepat berubah, maka akan terjadi kesenjangan antara logika yang menerima informasi dan emosi. “Jika sesuatu terjadi terlalu cepat, Anda mungkin akan kehilangan emosi Anda terhadap orang lain dan akan berpengaruh terhadap moralitas Anda,” kata Mary Helen.
Berdasar scan otak diketahui bahwa orang bisa memproses dan merespon kesengsaraan orang lain. Namun butuh waktu untuk mengungkapkannya. Masih menjadi pertanyaan di kalangan ahli bagaimana ongkos emosi (emotional cost) jika hal ini terjadi pada orang muda.
Bagaimana solusinya?
Natali del Conte menyatakan bahwa solusinya adalah dengan menghindari kecenderungan kecanduan internet. Pertama, dengan menentukan alokasi dan batasan waktu penggunaan internet, terutama situs jaringan sosial. Kedua, dengan mematikan dering tanda e-mail (e-mail notifications). Ketiga, jangan meninggalkan jendela (window) jaringan sosial internet terbuka jika sekiranya sudah tidak terlalu dibutuhkan. Keempat, jangan menggunakan aplikasi jaringan sosial internet pada HP.
Kita juga perlu belajar menggunakan jaringan internet secara bijak. Ada baiknya Anda membaca surat-surat Paus (www.vatican.va) dalam rangka Hari Komunikasi Sosial Sedunia, terutama untuk tahun 2009 ini. Bapa Suci menulis bahwa hendaknya mode komunikasi digunakan untuk mendorong kemajuan peradaban. Artinya mengoptimalkan yang positif dan meminimalkan yang negatif. Meski ajaran ini dikeluarkan oleh institusi Gereja, namun ajaran ini bersifat universal, sehingga bisa dipelajari oleh siapa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment