Selalu ada kepentingan dan kecurigaan tersembunyi dari seorang presiden. Sejak akhir perang dunia kedua, presiden AS harus mendukung negeri Yahudi yang bernama Israel. Sebelas menit setelah Israel memproklamirkan kemerdekaannya bulan Mei 1948, Presiden Harry Truman langsung mengakui satu-satu negara Yahudi di dunia itu. Penggantinya, bukan hanya mendukung, tetapi melindunginya dengan dukungan militer, uang dan moral.
Kalau mau menang pemilu dan terpilih sebagai presiden, setiap calon presiden harus punya komitmen mati dalam janji kampanye, untuk mendukung Israel. Coba-coba saja menghina Israel dan orang Yahudi dalam kampanye, dijamin orang itu tak akan terpilih. Pasti!
Saudi Arabia, negara menjadi tempat dua kota suci umat Islam, justru diperlakukan sebagai “negara bagian AS ke 51”. Seorang presiden AS, mau-maunya menjemput seorang anak pangeran dari Saudi, hanya untuk kunjungan berobat. Laura Bush, istri Presiden George Bush muda, pernah disindir oleh sebuah pertanyaan sinis, “apakah Anda tidak cemburu dengan Raja Abdullah?”. Mengapa bisa begitu? Karena waktu Raja Abdullah datang ke ranch pribadi Presiden Bush di Texas, dia disambut pelukan oleh tuan rumah dengan ciuman kelewat mesra oleh Bush. Sejak Bush turun tahta, kebencian AS terhadap Islam mulai meredah. Bush yang selama 8 tahun memerintah, selalu sibuk memusuhi Islam dan memberi label paten negatif dengan embel-embel “terrorist” atau “jihadist” pada Islam. Dia sibuk memburu Osama bin Laden, setan hidup yang dituduh berada dibalik serangan ke AS tahun 2001. Anehnya, keluarga bin Laden adalah mitra bisnis keluarga Bush. Dan, saudara kandung Osama berada dalam satu ruangan dengan ayahnya Bush, mantan Presiden George Bush tua saat terjadi serangan 11 September 2001. Pengganti Bush malah membawa sebuah pesan kepada dunia Islam yang bertolak belakang darinya. Bukti kesungguhan itu dinyatakan dalam pidato Presiden Barack Obama di Kairo untuk dunia Islam awal Juni 2009. “Wah hebat ya, Obama pakai ucapan salam alaikum”, komentar teman saya. “Alaah…itu sih biasa”, jawab saya. Memang sudah lama saya tak mendengar ucapan ‘salam alaikum’ keluar dari bibir seorang presiden AS. Presiden Jimmy Carter adalah presiden AS pertama yang mengucapkan ‘assalamu alaikum’ di muka publik, ketika dia datang di siang bolong di bandara Riyadh, Saudi Arabia pada 3 Januari 1978. Sebelumnya tidak pernah ada ucapan itu dalam protokol kepresiden AS, meskipun Gedung Putih kebanjiran tamu negara dari negeri Islam. Hanya saja pertama kali seorang presiden AS mengucapkan bahasa Arab dalam sambutannya, waktu Raja Faisal datang ke Gedung Putih bulan Juni 1966. “Ahlan wa sahlan”, sambut Presiden Lyndon Johnson. Kejadian serupa diulangi lagi oleh Presiden Ronald Reagan ketika menyambut kedatangan Raja Fahd di halaman Gedung Putih bulan Februari 1985. Tetapi itu hanya ucapan budaya, bukan ekspresi sebuah kepercayaan. ‘Ahlan wa sahlan’ berarti selamat datang dalam bahasa Arab. Presiden AS yang pertama kali memakai ucapan ‘Assalam alaikum’ adalah Presiden Dwight Eisenhower. Dia menulis surat ucapan selamat jalan kepada Presiden Soekarno yang telah 18 hari melanglang Amerika. Dalam surat tertanggal 5 Juni 1956, dia mengakhiri suratnya kepada Soekarno dengan ‘salutation’, “Assalamu ‘alaikum. Selamat djalan. DWIGHT D. EISENHOWER”.
Bagaimana negara Islam? Enggan untuk dikunjungi. Sejak perang dunia kedua berakhir, memang ada saja negara Islam yang didatangi presiden AS, meski tak banyak. Hanya Presiden Truman dan Presiden Kennedy yang tak pernah mengunjungi satu pun negara Islam. Kennedy merencanakan datang ke Jakarta pada musim semi tahun 1964, tapi batal karena mati ditembak.
Presiden Franklin Roosevelt adalah presiden AS pertama yang mengunjungi sebuah negeri Islam, yaitu Maroko pada Januari 1943. Itupun bukan mau bertemu tuan rumah, cuma numpang ketemu dengan PM Inggris Winston Churchill. Saat itu Maroko adalah protektorat Prancis. Roosevelt hanya mendatangi 3 negara Islam (Maroko, Mesir dan Iran) selama 12 tahun di Gedung Putih. Tujuannya cuma numpang ketemu pemimpin negeri lain saja, bukan mendatangi si tuan rumah. Mengunjungi negeri Islam nantinya ditiru para penggantinya. Biasanya negara Islam yang didatangi seorang presiden AS, “yang itu-itu juga” dan sudah menjadi sekutu sejarah, seperti Mesir, Turki, Saudi Arabia, Iran (sebelum musuhan tahun 1979), dan Pakistan. Bahkan iseng-iseng ke Bangladesh, yang pertama kali kedatangan seorang presiden AS ketika Presiden Clinton ke sana tahun 2000.
Indonesia sebagai negeri Islam terbesar di dunia, baru pertama kali didatangi oleh seorang presiden AS pada Juli 1969, ketika Presiden Richard Nixon datang ke Jakarta. Saat itu Barack Obama yang kelak menjadi presiden kulit hitam pertama, masih sekolah dan tinggal di Jakarta. Bahkan Presiden Gerald Ford yang hanya 2 tahun 5 bulan jadi presiden, tak pernah ke negara Islam, kecuali ke Indonesia pada Desember 1975. Kedatangannya saat itu disambut oleh hangar bingar konser kelompok musik Inggris Deep Purple di Jakarta yang manggung di Stadion Senayan bersamaan waktunya.
Presiden Jimmy Carter yang waktunya habis memusuhi Iran, hanya sempat ke Iran (beberapa minggu sebelum meletus revolusi iIslam anti-Amerika), Saudi Arabia, Mesir (seminggu dua kali datang waktu mendamaikan dengan Israel tahun 1979). Pengganti Carter, yaitu Presiden Ronald Reagan yang malas berkunjung ke luar negeri karena terbentur aturan astrologi, justru hanya mengunjungi Indonesia (April – Mei 1986), sebagai satu-satunya negara Islam yang dikunjungi selama 8 tahun jadi presiden. Dia tak pernah ke Timur Tengah!
Barulah Presiden Bush tua, Clinton dan Bush muda mulai sering datang ke negeri Islam. Bahkan Clinton yang menjadi presiden AS paling banyak berkunjung ke luar negeri, mendatangi negeri islam di Afrika, yaitu Nigeria dan Senegal, seperti yang dilakukan Presiden Carter. Saking seringnya berkunjung, sebanyak 5% dari 8 tahun berkuasa dihabiskan Clinton di luar negeri! Pernah dia lupa membayar bill (tagihan) minumannya di sebuah pub di Irlandia, sehingga pihak kedutaan AS di Dublin harus mengeluarkan uang.
MERAYAKAN LEBARAN DI GEDUNG PUTIH
Latar pendidikan Bill Clinton yang sekolah di Oxford dan pandangannya yang pluralis, membuat dia lebih lunak dan sangat mengerti islam sebagai sebuah kepercayaan. Dialah presiden pertama AS yang mengunjungi sebuah mesjid ketika berkunjung ke luar negeri. Dia mendatangi Mesjid Istiqlal, Jakarta saat menjadi tamu Presiden Soeharto.
Pada tahun 2000 Clinton membuat tradisi buka puasa bersama (iftar) di Gedung Putih untuk para diplomat Islam dan tokoh-tokoh Islam terkemuka. Tradisi ini dilanjutkan dengan baik oleh Bush yang banyak membunuhi orang sipil muslim di Irak dan Afghanistan. Lebih heboh lagi, Clinton merayakan Idul Fitri pertama kalinya di Gedung Putih pada Februari 1996. Sekitar 200 tamu (ada yang membawa bayi sedang tertidur), termasuk bintang bola basket Houston Rockets Hakeem Olajuwon, diundang datang ke The Indian Treaty Room of the Old Executive Office Building, Gedung Putih. Mereka diisajikan masakan khas timur tengah, seperti hummus, baba ganuosh dan tabbouleh, merayakan berakhir bulan suci Ramadan.
Setiap tahun pun Gedung Putih juga mengirimkan ucapan selamat berpuasa dan lebaran bagi umat Islam sedunia, sebuah tradisi yang selalu dilakukan sampai kini. Mungkin saja akan dilanjutkan oleh Presiden Barack Obama yang sangat kental dengan latar belakang Islam. Ketika Obama mengunjungi sebuah mesjid besar di Turki, dia diperlihatkan sebuah silsilah Nabi Muhammad, yang cucunya bernama Hussein, yang juga menjadi nama tengah dari Barack Obama.
Tentu berlebihan bila menjuluki AS sebagai musuh Islam dan negara-negara Islam. Dalam sejarah diplomatik, AS justru sering menekan dan memarahi “anaknya” Israel, meski selalu melindunginya. Juga AS sering mengancam serangan nuklir pada negara-negara komunis selama mereka bermusuhan. Tetapi AS tak pernah dan tak berani menegur dan menyakiti Saudi Arabia, menyindir keras Mesir atau mencela negara Jordania. Padahal jelas-jelas, pelaku penyerangan 9/11 hampir 99,99% adalah warga negara Saudi Arabia. Juga dengan Indonesia ataupun Malaysia, mereka sangat berhati-hati mengeluarkan pernyataan keras yang bisa menyinggung perasaan pemimpinnya.
AS dan dunia Islam seperti hubungan “love and hate”. Tetapi tidak dengan Maroko. Sebuah negeri Islam paling barat di Afrika Utara. Negeri kerajaan yang diperintah keturunan langsung Nabi Muhammad itu, adalah sahabat sejati dan absolut bagi AS. Negeri itu kini diperintah oleh Raja Muhammad VI sejak 1999, yang dikenal dengan sebutan “M Six”, yang juga keturunan ke 43 dari Nabi Muhammad.Ketika AS masih bayi sebagai sebuah negara, tidak ada negeri di dunia yang mau mengakuinya. Hanya Maroko yang melakukannya. Setahun setelah merdeka tahun 1776, Maroko mengakui AS sebagai negara. Sikap ini diperjelas dengan penandatanganan sebuah traktat antara AS dan Maroko tahun 1786, yang menjadi perjanjian paling awet dalam sejarah AS. Perjanjian itu ditandatangani Thomas Jeffrson dan John Adams (keduanya kelak menjadi presiden AS) dengan Raja Muhammad III dari Maroko saat itu. Kesepakatan ini menjadikan Maroko sebagai negara pertama di dunia yang mengakui Amerika Serikat.
sumber
http://www.koki-kolomkita.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment