SBY Presiden Satu Putaran?
Jakarta – Pemilu Presiden 8 Juli ini usai sudah. Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan melakukan tabulasi suara mulai Rabu (8/7) malam, namun dari hitung cepat lembaga survei capres SBY-Boediono dipastikan unggul dari dua lawan politiknya. Akankah SBY jadi presiden satu putaran?
Iklan pilpres satu putaran yang didengung-dengungkan oleh Direktur Lembaga Sosial Demokrasi (LSD) Denny JA untuk pasangan SBY-Boediono terkonfirmasi melalui hasil quick count (hitung cepat) yang dilakukan berbagai lembaga survei.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) misalnya, menempatkan SBY-Boediono pada posisi dengan perolehan suara sebesar 60,14%, disusul Megawati-Prabowo Subianto (27,30%) dan JK-Wiranto (12,56%). Hitung cepat Lumbung Riset Informasi (LRI) juga menempatkan SBY-Boediono unggul dengan 60,27%, sementara Megawati-Prabowo memperoleh 27,38% dan JK-Wiranto 12,35%.
Pasangan yang diusung Partai Demokrat itu juga menempati posisi teratas dalam hitung cepat LP3ES dengan suara 59,61%, disusul Mega-Prabowo (27,74%) dan JK-Wiranto (12,65%). Tak jauh berbeda dengan lembaga survei lainnya, Puskaptis juga menempatkan pasangan incumbent itu pada psisi puncak dengan perolehan 57,92%, disusul Mega-Prabowo (28,18%) dan JK-Wiranto (13,22%).
Selain itu, hitung cepat LSI juga mengkonfirmasikan bahwa sebaran perolehan suara SBY-Boediono mencakup di hampir provinsi di Indonesia, kecuali beberapa provinsi seperti Sulawesi dan Bali.
Meski bukan hasil resmi dari KPU, hitung cepat ini langsung direspons secara cepat oleh capres SBY. Seolah tak kuat menahan keinginan, SBY pun langsung menyampaikan ‘pidato kemenangan’ dengan didampingi para pimpinan partai politik pendukung dan tim suksesnya.
“Hasil quick count, Alhamdulillah, menunjukkan keberhasilan kami. Tetapi tetap kami masih harus menunggu hasil penghitungan KPU, karena KPU adalah lembaga yang berwenang mengumumkan menurut undang-undang dan disampaikan ke seluruh rakyat Indonesia,” kata SBY di kediaman Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/7).
Tak lupa SBY juga mengimbau kepada konstituennya, untuk bersikap tenang menunggu hasil akhir penghitungan suara. “Kepada para konstituen, ini belum selesai. Bersyukur itu dianjurkan. Tetaplah saling menghormati,” imbuh SBY.
Pernyatan SBY di satu sisi tak bisa menutupi kegembiraannya dalam menyikapi hasil hitung cepat yang memenangkan dirinya, namun di sisi lain juga mengesankan bahkan ia ingin menampilkan sosok yang santun dalam berpolitik.
Mengomentari hasil hitung cepat yang menempatkan JK di posisi buncit, capres JK mengapresiasinya. Meskipun begitu bagi JK, hitung cepat tidak bisa merepresentasikan hasil keseluruhan, karena sampling hitung cepat hanya mencakup setengah dari total TPS.
“Namun secara akademis, berdasarkan berbagai hal, lalu memiliki indikator mendekati hasil. Tapi kita tunggu hasil resmi dari KPU dan tentu mengeceknya kembali,” kata JK di kediaman resmi, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (8/7). JK menyebutkan, hasil hitung cepat itu tidak sesuai dengan hasil laporan dari timnya di daerah.
Sementara, mengomentari hasil hitung cepat, pasangan Mega-Prabowo mengatakan, hasil hitung cepat itu belum mencerminkan hasil yang sesungguhnya. “Tetap masih harus dilihat hasil penghitungan suara yang akan dilakukan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang resmi,” kata Megawati di kediamannya, Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu (8/7).
Sekjen DPP PDIP Pramono Anung sebelumnya juga menegaskan, pihaknya menunggu hasil penghitungan final KPU untuk melihat lebih riil hasil pilpres. Karena bagi Mega-Prabowo, hitung cepat hanya menampilkan 1% sampel dari jumlah TPS yang ada.
“Maka kami meminta semua pihak, termasuk calon yang ada, untuk menghormati penghitungan yang akan dilakukan KPU. Satu atau dua putaran, menunggu data resminya. Lebih baik hasil penghitungan resmi,” kata Anung.
Sikap para capres, baik SBY, Megawati, maupun JK, dalam merespons hasil hitung cepat pilpres kali ini patut diapresiasi. Toh, untuk mengetahui kepastian hasil finalnya, semua pihak tetap harus menunggu hasil penghitungan KPU.
Ini berarti semua pihak harus menegakkan aturan main serta mengawasi proses penghitungan suara dari TPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinis, hingga KPU pusat . Ini penting agar demokrasi Indonesia tidak terjebak pada demokrasi prosedural yang mengabaikan substansinya, yaitu jujur dan adil. [inilah.com]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment