Tutut Dibelit Dua Kasus

Namanya nyaris tenggelam. Di tengah riuhnya penampilan Hutomo Mandala Putra dalam politik Golkar, Siti Hardijanti Rukmana sepi dari publikasi. Padahal putri sulung Mantan Presiden Indonesia, Soeharto, itu terang benderang jejak politiknya, ketimbang si bungsu itu. Dia bahkan sempat menjadi petinggi partai berlambang beringin itu.

Sepi di dunia politik, nama Tutut justru ramai dalam sengketa hukum. Adalah PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang mengirim somasi kepada Tutut. Dia diminta mengembalikan uang sejumlah USD 50 juta.

Gugatan sebesar itu bermula dari uang pinjaman dari Brunei Investment Agency (BIA). Ini adalah holding investasi pemeritah Brunei Darussalam. Jejaring bisnis BIA ini meraksasa di sejumlah sektor. Kendali bisnis dipegang oleh sejumlah adik Sultan Brunei, Hasanah Bolkiah.

Tanggal 16 April 1993, BIA dan TPI menandatangani pinjaman sebesar USD 50 juta itu. Tapi menurut kuasa hukum TPI, Marx Andryan, uang tersebut jelas-jelas merupakan fasilitas pinjaman untuk perusahaan TPI.

Dalam surat somasi yang dilayangkan kantor hukum Hotman Paris tanggal 7 September 2009, disebutkan bahwa uang itu dimasukan ke rekening pribadi Tutut di Chase Manhattan Bank, di Singapura. Pengiriman ke Singapura itu, begitu bunyi somasi itu, berdasarkan permintaan Tutut dalam suratnya kepada BIA tanggal 27 April 2009.

Selain dibelit somasi TPI, Tutut juga disomasi oleh PT Berkah Karya Bersama (Berkah). Somasi dialamatkan kepada PT Citra Logam Mesin Persada ( CILMP) dan PT Trihasra Sarana Jaya (Trihasra). Tidak tanggung-tanggung, nilai somasi untuk dua perusahaan itu sekitar Rp 5,7 triliun.

Dari jumlah itu, tagihan untuk Berkah sekitar Rp 4,8 triliun. Dalam surat somasi itu dijelaskan bahwa tagihan itu merupakan pinjaman CILMP dari Bank International Indonesia (BII) sejak tahun 1994.

Dalam perkembangannya, setelah sejumlah perusahaan dihempas krisis ekonomi 1997, CILMP kesulitan likuiditas. Pinjaman itu kemudian dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Nah,

Kasus yang melilit Trihasra juga kurang lebih sama. Perusahaan itu mendapat pinjaman dari Bank Bumi Daya (BBD) sejumlah Rp 982 miliar. Karena macet, seluruh kredit itu kemudian dialihkan kepada BPPN.

Berkah kemudian mengambil alih semua tagihan di BPPN. Tapi Tutut belum membayar pinjaman yang dijamin atas nama pribadinya itu. Dalam surat itu, CILMP, Triharsa dan Tutut diberi waktu lima hari menjawab somasi itu. Jika tidak, maka Berkah akan mengajukan gugatan pailit terhadap Tutut.

Hari ini, Senin 21 September 2009, lewat pengacaranya Elza Syarif, Tutut memberi klarifikasi soal kasus ini. “Sudah saya sampaikan. Dia bilang sudah selesai kok kasus itu,” kata Elza kepada wartawan.

Kalau sudah tuntas, lalu mengapa Berkah masih mengirim somasi. “Kami juga tidak tahu,” jawab Elza. Sang kuasa hokum ini mengaku belum melakukan upaya hokum. “ Sekarang masih lebaran,” sambungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner